Pulau Bintan, terletak di Kepulauan Riau, tidak hanya dikenal karena pantainya yang indah dan resor-resor mewahnya — Bintan Resorts —namun juga karena warisan budaya dan sejarah yang menakjubkan. Kali ini, kami akan mengajak Anda melakukan ‘perjalanan’ panjang melihat kekayaan objek wisata budaya di Pulau Bintan.
Kampung Panglong
Objek wisata budaya pertama yang bisa dikunjungi adalah Kampung Panglong, sebuah desa tradisional yang ada di Pulau Bintan, akan membawa setiap pengunjung pada perjalanan melintasi waktu. Bagaimana tidak, Anda akan melihat pemandangan rumah-rumah panggung unik dan khas dengan jalan-jalan setapak penuh karakter, Kampung Panglong ini menjadi sebuah contoh hidup dari kehidupan tradisional masyarakat Melayu masa lalu.
Salah satu daya tarik utama kampung ini adalah dapur arang dengan bentuk seperti kubah, menyerupai rumah suku eskimo yang unik. Dulunya, sekitar tahun 1920, Kampung Panglong ini merupakan produsen arang terbesar di Pulau Bintan. Dihentikan total karena kebijakan pelestarian pohon bakau. Namun, bangunan dapur arang tersebut masih tetap berdiri hingga sekarang dan mempertahankan sejarah dan pesonanya yang unik.
Lokasi Kampung Panglong ini terletak di Desa Berakit, Kecamatan Teluk Sebong, menambah daya tarik wisata budaya di Pulau Bintan. Dengan perjalanan sekitar 50 km dapat ditempuh dalam waktu satu jam dari Bintan Resorts.
Masjid Sultan Riau
Wisata budaya berikutnya terdapat di Pulau Penyengat, duduk megah dalam nuansa kerajaan Melayu masa lalu dengan perpaduan warna kuning dan hijau, Masjid Raya Sultan Riau mempesona sejak pandangan pertama ketika Anda tiba di Pulau Penyengat menggunakan pompong atau taksi air dari Tanjung Pinang.
Masjid Raya Sultan Riau ini bukan sekadar bangunan bersejarah; tapi juga sebuah mahakarya arsitektur yang memadukan keindahan gaya Melayu, Arab, India, dan Turki. Terletak di tempat yang lebih tinggi, masjid ini menonjol dengan gagahnya, tanpa ada bangunan lain di sekitarnya yang boleh melebihi ketinggiannya. Ini memberikan kesan sebuah kerajaan Melayu yang megah dari masa lalu.
Keunikan dan keistimewaan Masjid Raya Sultan Riau tidak hanya terletak pada keelokan fasadnya yang megah. Sebuah fakta menarik adalah penggunaan putih telur sebagai bahan perekat alami yang dicampur dengan pasir dan kapur. Menariknya, penggunaan putih telur ini bukanlah rencana awal, melainkan suatu kebetulan. Sang arsitek, menghargai keberlanjutan, memutuskan untuk menggunakan putih telur yang berlimpah saat itu, yang sekaligus memberikan keindahan dan daya tahan yang luar biasa pada struktur bangunan.
Di dalam kompleks suci masjid, keajaiban seni tulisan tangan menyambut Anda. Sebuah Al-Quran berusia 150 tahun memancarkan aura spiritual, menjadi saksi bisu perjalanan panjang waktu dan peradaban Islam di Pulau Penyengat. Ini bukan hanya tempat ibadah; masjid ini adalah rumah bagi warisan budaya dan spiritual yang tak ternilai.
Jumlah kubah dan menara yang menghiasi Masjid Raya Sultan Riau tidak hanya berfungsi sebagai elemen arsitektural yang memukau, tetapi juga membawa makna dalam praktik keagamaan. Terdapat 13 kubah dan 4 menara, total 17, yang sesuai dengan jumlah raka’at yang harus diselesaikan seorang Muslim selama ritual sholat yang dilakukan lima kali sehari. Ini adalah perpaduan harmonis antara estetika dan fungsi, menciptakan atmosfer sakral bagi para jamaah yang datang untuk beribadah.
Namun, keindahan Masjid Raya Sultan Riau tidak hanya terbatas pada bangunannya. Pulau Penyengat sendiri memiliki daya tarik sejarah dan kebudayaan yang melimpah. Menjelajahi pulau ini memberikan kesempatan untuk meresapi nuansa masa lalu, dengan jejak-jejak sejarah dan peninggalan budaya yang masih hidup hingga saat ini.
Perjalanan ke Masjid Raya Sultan Riau bukan hanya sebuah kunjungan wisata, melainkan perjalanan spiritual dan budaya. Dengan keindahan arsitektur dengan penggunaan bahan bangunan yang unik, dan nilai-nilai keagamaan yang diwujudkan dalam jumlah kubah dan menara, masjid ini melambangkan kekayaan dan keindahan warisan Melayu di Pulau Bintan.
Desa Senggarang
Satu lagi kampung yang menjadi destinasi wisata budaya di Pulau Bintan adalah Desa Senggarang, sebuah pemukiman nelayan dengan kombinasi rumah panggung tradisional, kuil kuno, dan kehangatan penduduk lokal. Menawarkan pengalaman yang tak terlupakan bagi setiap pengunjung yang ingin meresapi keindahan dan keunikannya.
Desa Senggarang bukan hanya destinasi wisata biasa; ini merupakan ‘pintu’ masuk ke masa lalu yang kaya dengan sejarah. Pasalnya desa ini dipercaya sebagai tempat pemukiman pertama bagi para imigran etnis Tionghoa (etnis Teochew) ke Bintan tepatnya pada abad ke-18.
Mengambil latar budaya Tionghoa di Kepulauan Riau, pengunjung dapat mengunjungi dua landmark terkenal di Senggarang, yaitu; kompleks kuil Lau Ya Keng dan struktur menakjubkan dari kuil Banyan Tree yang berusia 200 tahun.
Di desa yang tenang ini, semua orang tampak saling mengenal, penduduknya pun sangat ramah kepada pengunjung. Anda dapat menjelajahi lorong-lorong (gang) rumah yang khas atau menikmati jajanan-jalanan lokal seperti kerupuk, atau udang goreng yang renyah. Sambil menyusuri kampung, perhatikanlah ciri khas lokal seperti cermin yang ditempatkan di atas pintu rumah. Masyarakat Tionghoa setempat percaya bahwa ini dapat memantulkan energi negatif dan roh jahat.
Desa Senggarang menawarkan pengalaman yang tak terlupakan bagi setiap pengunjung yang ingin meresapi keindahan dan keunikannya.
Grotto Santa Maria
Berjarak sekitar 20 menit perjalanan dari pantai pasir putih, Pantai Trikora, objek wisata budaya di Pulau Bintan selanjutnya adalah Grotto Santa Maria, sebuah tempat ziarah yang tenang bagi umat Nasrani. Dari pintu masuk, pengunjung sudah disuguhkan dengan diorama “Jalan Salib” yang menggambarkan kisah penyaliban Yesus Kristus dalam bentuk patung batu kapur. Disebut Grotto Santa Maria, karena memang terdapat satu patung Bunda Perawan Maria dengan berat sekitar 250 kg.
Kawasan Trikora ini jelas menjadi saksi sejarah akan masa lalu Pulau Bintan sebagai tempat pemukiman migran pertama dengan komunitas kecil umat Katolik di sekitar kawasan Trikora sejak tahun 1960-an.
Vihara Ksitigarbha Bodhisattva
Dikenal juga sebagai Kuil 500 Lohan, destinasi objek wisata budaya selanjutnya adalah Vihara Ksitigarbha Bodhisattva, sebuah kuil Buddha yang damai, yang menunjukkan sisi keragaman budaya dan menjadi salah satu landmark terbaik di Bintan.
Begitu masuk ke dalam halaman kuil, Anda akan melihat lansekap menakjubkan dengan struktur bangunan yang menjulang tinggi. Kemudian, terdapat lebih dari 500 patung batu (Lohan/Arhat) dengan yang sangat mirip dengan aslinya, baik dari bentuk fisik, dan ekspresi wajah yang rumit dan berbeda-beda dari yang lain.
***
Pulau Bintan bukan hanya sebagai liburan biasa pada umumnya, namun bisa pula menjadi destinasi wisata budaya bak petualangan melintas sejarah, kebudayaan, dan spiritualitas. Menawarkan perjalanan yang tak terlupakan bagi mereka yang ingin menggali kekayaan budaya dan sejarah, dimana setiap langkah adalah catatan hidup dari masa lalu yang kaya.